Kalau suatu ketika Anda melintas di wilayah Temanggung, terutama dari arah Temanggung ke Parakan, atau sebaliknya, Anda akan menjumpai banyak ayam dikurung di pinggir jalan untuk dijual kepada para pelancong. Ya, kalau sampai di daerah itu, itulah wilayah Kedu.
Kedu adalah sebuah kota kecamatan di Temanggung yang pada jaman Belanda sampai era awal Orde Baru diambil namanya sebagai salah satu karesidenan dengan wilayah Kabupaten Temanggung, Kabupaten Magelang, Kota Madia Magelang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Kebumen. Ya itulah wilayah eks Karesidenan Kedua saat ini.
Kembali ke masalah ayam, maka ayam kedu merupakan jenis ayam lokal yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri dibandingkan ayam lokal lainnya. Ayam kedu ini sesuai namanya memang berasal dari daerah Kedua dan sekitarnya.
Jenis ayam kedu
Jenis ayam kedu ada tiga macam, yaitu: kedu putih, kedu hitam (atau sering disebut dengan ayam cemani) dan campuran. Ketiga jenis ayam kedu tersebut dibedakan berdasarkan warna bulunya.
Ayam Kedu putih populasinya sangat sedikit sedangkan ayam Kedu warna (campuran) populasinya sudah tidak terkontrol karena sudah bercampur dengan ayam lokal lainnya.
Ayam kedu hitam populasinya tidak diketahui secara pasti. Ayam kedu Hitam yang seluruh tubuhnya berwarna hitam lebih dikenal sebagai ayam ‘CEMANI’, warna hitam pada seluruh ayam selain bulu juga menyebar mulai dari jengger, kulit muka, mata, paruh, kaki, cakar, kuku sampai ke rongga mulut dan lubang dubur (cloaca).
Perbedaan antara ayam kedu Hitam dan ayam Cemani adalah pada ayam kedu Hitam sebaran warna hitam hanya pada bulunya saja, sedangkan pada ayam Cemani sebaran warna hitam menyebar keseluruh tubuh.
Jadi ayam Cemani merupakan ayam kedu hitam tetapi ayam kedu hitam belum tentu ayam Cemani. Diduga yam cemani ini didapat dari hasil perkawinan antar keluarga yang dekat hubungan kerabatnya dari beberapa generasi diikuti dengan seleksi kearah ayam yang berwarna hitam.
SEJARAH AYAM KEDU
Asal usul ayam kedu hitam sampai saat ini belum dapat diketahui dengan pasti. Banyak versi yang beredar di masyarakat di antaranya versi MAKUKUHAN dan versi TJOKROMIHARJO. Sebagaimana dilansir www.temanggungkab.co.id, versi MAKUKUHAN mengatakan bahwa ayam kedu ini pada berakhirnya kerajaan Majapahit dibawa ke kerajaan Demak oleh Ki Ageng Makukuhan, berkembang sampai ke daerah Kedu. Versi ini sudah melegenda di desa dan sekitarnya. Versi lain diperkenalkan oleh seorang masyarakat dari Desa Kalikuto Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang bernama Tjokromiharjo. Tokoh ini merupakan Kepala Desa Kalikuto yang mencurahkan perhatiannya di bidang peternakan.
Dilaporkan oleh majalah Minggu Pagi tanggal 7 Juni 1959, bahwa Pak Tjokro mendapat pengetahuan peternakan dari kursus-kursus yang diadakan oleh Dr. DOUWES DEKKER pada tahun 1919 di Bandung dan hasil korespondensinya dengan ahli perunggasan dari Colorado bernama Mr. Schelter.
Versi pak Tjokro menceritakan bahwa ayam kedu asalnya bukan dari daerah Kedu. Ayam kedu merupakan hasil persilangan dari beberapa generasi ayam dari Inggris yang dibawa oleh RAFLES dengan ayam lokal dari daerah Dieng, Jawa Tengah.
Jenis ayam yang dibawa oleh Rafles tersebut diperkirakan ayam DORKING dan hasil keturunan dari hasil perkawinan tersebut menyebar sampai ke daerah Kedu dan sekitarnya.
Nama ayam kedu muncul pada tahun 1926, sebelumnya nama ayam kedu adalah ayam hitam. Nama ayam hitam dikenal pada tahun 1924, pada waktu itu Pak Tjokro mengikutkan ayam hitamnya di Pekan Raya Surabaya dan mendapat hadiah utama. Pada tahun 1926 ayam hitam Pak Tjokro diikutkan lagi di Pekan Raya Semarang dan mendapat juara lagi.
Karena banyak ayam hitam yang ikut pada lomba tersebut untuk membedakan ayam Pak Tjokro diberikan nama ayam hitam kedu sesuai daerah asal Pak Tjokro yaitu Karisidenan Kedu. Nama ayam hitam kedu disingkat menjadi ayam kedu.
Sampailah saat ini ayam kedu dikenal sebagai salah satu kelompok ayam dari berbagai ternak unggas di Indonesia yang hidup dan berkembang di dalam wilayah Kedu Kabupaten Temanggung.
Warna bulu ayam kedu sangat bervariasi dari putih, blorok, wido, abu, merah dan hitam namun terdapat kecenderungan peternak untuk mengembangkan hanya yang berwarna hitam polos atau hitam dengan sedikit warna merah tua didaerah leher dan punggung.
Ayam kedu termasuk dalam tipe dwiguna, yaitu ayam yang dapat diambil manfaatnya berupa daging dan telurnya, bahkan kadang-kadang untuk hobi (biasanya ayam kedu hitam / cemani).
Permasalahan yang dihadapi dalam perkembangan ternak ayam kedu adalah rendahnya produktivitas ayam kedu, sebagai akibat dari pengelolaan yang masih tradisional, sehingga upaya yang dilakukan adalah mengubah pengembangan ayam kedu dari pola tradisional menjadi berwawasan agribisnis.
Untuk itu ada beberapa faktor pendukung yang perlu diperbaiki, yaitu mulai dari pengelolaan sarana produksi, teknologi yang tepat guna, dukungan permodalan, pasar serta peternak yang berwawasan bisnis.
Ada berbagai alasan yang mendorong masyarakat untuk membudidayakan ayam kedu, antara lain karena ayam kedu cepat berkembang baik, daging dan telurnya banyak disenangi konsumen sehingga tidak mengalami kesulitan dalam pemasarannya walaupun harganya relatif lebih mahal dari jenis unggas lain.
Manfaat langsung yang dapat diperoleh masyarakat petani dari usaha peternakan ayam kedu adalah 1) Dengan penjualan produknya (telur atau daging) akan diperoleh uang tunai yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari; 2) Dengan mengkonsumsi telur dan daging ayam lebih sering, maka pemenuhan gizi protein hewani menjadi meningkat dimana hal ini akan berpengaruh langsung pada kesehatan, kekuatan, pertumbuhan serta kecerdasan terutama pada anak-anak.
Secara teknis, pengelolaan ayam kedu tidak terlalu menuntut penggunaan teknologi mutakhir, karena ayam kedu memiliki kelebihan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, pakan mudah dan dapat memanfaatkan sisa-sisa hasil pertanian atau sisa-sisa dapur serta lebih tahan terhadap penyakit.
Dari sifat yang dimiliki dan peluang bisnis yang tinggi, maka ayam kedu sangat berpeluang untuk dikembangkan secara komersial. Upaya pengembangan ayam kedu perlu terus dilakukan dengan penerapan teknologi SAPTA USAHA (bibit, kandang, pakan, kesehatan, pengelolaan reproduksi, penanganan pasca panen dan manajemen).
Sistem pemeliharaan ayam kedu dari pola tradisional menjadi berorientasi bisnis (pasar) harus melalui pendekatan sistem agribisnis secara utuh.
CIRI AYAM KEDU
* Bentuk kepala bulat
* Pial berwarna hitam atau merah
* Mata hitam seperti bola,
* Kaki pendek , leher pendek
* Kulit putih sampai hitam
* Bentuk badan besar kompak seperti ketupat
Sumber : http://agroburung.com/2009/08/03/ayam-kedu-ayam-cemani-ayam-aseli-wong-temanggung/
No comments:
Post a Comment