Secara finansial, usaha budidaya ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum), cukup menggiurkan karena proses produksi dapat berlangsung cukup singkat, pemijahan (jual larva) sekitar 2 – 3 minggu, pembenihan (jual benih) sekitar 1 – 2 bulan dan pembesaran (jual ukuran konsumsi) sekitar 3 – 5 bulan. Secara ekologi, ikan ini dianggap sebagai “perusak” karena dapat menjadi predator bagi ikan lain dan mengancam kelestarian biodiversitas ikan asli perairan Indonesia. Apakah kita murni seorang pengusaha ikan (tengkulak atau bakul), penyelamat lingkungan (conservationist) ataukah pembudidaya ikan (aquaculturist)?
Jika ingin menggeluti bisnis budidaya ikan bawal air tawar ini pada dasarnya pembudidaya bisa memilih, apakah ingin budidaya benih, pembesaran, pemasaran, atau gabungan diantara pilihan tersebut. Pembesaran merupakan salah satu bagian budidaya ikan bawal air tawar yang sangat penting mempengaruhi nilai jual produk di pasaran. Secara teori khusus usaha pembesaran ikan bawal juga tergolong jenis ikan yang tidak ‘sulit’ untuk dibudidayakan. Tingkat kelangsungan hidup bawal air tawar cukup tinggi, sekitar 90%. Bahkan, ikan bawal ini mampu bertahan hidup dalam kolam yang tingkat kepadatannya tinggi. Makannya pun tidak rewel sebab hewan berjenis omnivora ini memiliki nafsu makan yang sangat besar.
Budidaya ikan bawal air tawar relatif mudah dilakukan. Pemijahan dapat dilakukan secara induced-spawning: induk yang sudah matang gonad dirangsang dengan penyuntikan hormon kemudian dipijahkan secara alami. Tempat pemijahan cukup menggunakan kain hapa yang disimpan di dalam bak tembok ataupun di kolam. Telur yang dikeluarkan induk betina dan sudah dibuahi oleh sperma induk jantan dapat dipanen kemudian ditetaskan di dalam akuarium atau hapa penetasan. Larva hasil penetasan dapat bertahan dengan yolksack yang dibawanya sampai 4 – 5 hari setelah penetasan sebelum kemudian diberi pakan Artemia.
Cukup dengan pemberian 2 – 3 kali per hari selama hanya 2 – 3 hari, larva sudah dapat dijual atau ditebar ke kolam. Pendederan dan pembesaran di kolam relatif tidak sulit dilakukan. Pertumbuhan ikan relatif cepat meskipun memerlukan kandungan oksigen yang mencukupi melalui aliran air ke kolam. Pakan yang diberikan dapat beragam mulai dari pakan buatan, sisa-sisa sayuran, ikan yang lebih kecil bahkan sampai biji kapuk. Kemudahan-kemudahan tersebut telah mendorong para pengusaha ikan (baca: tengkulak atau bakul) memacu produksi ikan ini yang menyebabkan perkembangan budidayanya sedemikian cepat dan berkembang di banyak tempat bahkan cenderung tidak terkendali.
Beragam pakan yang dapat dimanfaatkan ikan ini nampaknya didukung oleh sifat biologis ikan itu sendiri, diantaranya memiliki gigi yang relatif tajam. Dengan kondisi seperti itu, secara alami, ikan ini cenderung bersifat predator terhadap ikan lain. Sifat tersebut diyakini dapat merusak kondisi ekologis lingkungan dimana ikan ini masuk sebagai ikan baru. Peluang tersebut diperbesar oleh kemungkinan ikan ini dapat berkembang, baik somatik maupun reproduksi, di perairan Indonesia karena adanya kemiripan dengan habitat aslinya di Amazon, yaitu berada di garis wilayah trofis. Bukti perkembangan somatik sudah nampak dengan ditemukannya ikan ukuran relatif besar di sungai/waduk sedangkan perkembangan reproduksi sampai pemijahan secara alami di perairan bebas belum dapat dibuktikan. Namun demikian, bukti perkembangan somatik kemudian juga dikaitkan dengan adanya kerusakan wadah budidaya yang diakibatkan ikan ini, diantaranya jebolnya keramba jaring apung di waduk. Berdasar kekhawatiran atas kondisi tersebut, kemudian memunculkan berbagai rekomendasi/pendapat dari para penyelamat lingkungan (conservationist) untuk melarang budidaya ikan ini di Indonesia.
Tentu, perlu upaya bijak untuk dapat memanfaatkan kelebihan ikan ini sebagai sumber pendapatan bagi para pembudidaya ikan dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan asli dan habitat perairan kita. Produksi benih hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan para segmen pembesaran sehingga tidak ada lagi benih yang dibiarkan hidup di kolam, yang akhirnya lepas ke perairan umum tanpa kendali. Proses pendederan di kolam juga perlu diperhatikan agar tidak ada lagi benih ikan ini yang tercampur ke ikan lain, misalnya nila atau mas, yang kemudian ikut terbawa ke keramba jaring apung dan dapat merusak jaring dari dalam. Perkembangan kemampuan reproduksi secara alami di perairan bebas juga perlu diteliti secara akurat untuk memastikan kemungkinan tingkat perkembangan ikan ini di perairan Indonesia, sejalan juga dengan penelitian terhadap kemampuan ikan ini untuk merusak keramba jaring apung dari luar. Lebih lanjut, perlu juga diteliti kemungkinan ikan ini dapat mendesak ikan lain pada suatu relung yang sama, seperti yang diyakini telah terjadi pada kasus lele dumbo yang mendesak relung lele lokal. Upaya-upaya itulah yang seharusnya dapat dijawab oleh pembudidaya ikan (aquaculturist).
Sumber : http://budidayanews.blogspot.com/2011/02/peluang-usaha-budidaya-ikan-bawal-air.html
No comments:
Post a Comment