Udang vannamei sering juga disebut udang vaname adalah jenis udang yang banyak dibudidayakan. Tambak udang super intensif Shrimp Club Indonesia (SCI), wilayah Sulawesi terletak di kabupaten Barru, Sulawesi Selatan KM 139, pada Sabtu, 2 Februari 2013 telah dipanen udang jenis Vaname sejumlah 15,3 ton per 1000 meter persegi atau 153 ton per ha dalam usia budidaya 93 hari dengan ukuran 44 ekor per Kg.
Pada siklus pemeliharaan sebelumnya di tempat yang sama juga berhasil di panen udang Vaname dengan produktifitas 10,4 ton atau 104 ton per ha dengan ukuran 50 ekor per Kg dalam usia budidaya 100 hari. Produktifitas yang telah dicapai diperkirakan tertinggi saat ini, melebihi yang dicapai di Meksiko sebesar 100 ton per Ha.
Bila perkiraan ini benar, maka prestasi ini sebagai tertinggi dunia tentunya bisa menjadi kebanggaan Negeri ini, karena inovasinya lahir dan murni sebagai kreatifitas dan rekayasa anak bangsa. Meningkatnya produktifitas ini antara lain disebabkan adanya penambahan peralatan suply oksigen, penambahan kedalaman air dan peningkatan padat tebar.
Sebelumnya untuk suply oksigen di tambak ini menggunakan 6 unit kincir, 2 unit turbo jet dan 1 unit blower berkekuatan 3 horse power (HP) ditingkatkan menjadi 8 unit kincir, 4 unit turbo jet dan blower berkekuatan 5,5 horse power. Kedalaman air ditingkatkan menjadi 260 cm dari 230 cm, selanjutnya padat tebar berdasarkan faktur pembelian menjadi 800.000 ekor benur dari 600.000 ekor untuk mengisi tambak 1000 meter persegi tersebut.
Kunci Sukses Budidaya Udang Super Intensif SCI
Budidaya super Intensif di tambak ketua SCI dimulakan tahun 2011, dan telah dilakukan budidaya selama empat siklus . Siklus pertama dengan produktifitas 4,2 ton; Siklus kedua meningkat menjadi 6,2 ton. Setelah dilakukan perbaikan konstruksi dengan menembok pematang dan dasar tambak produktifitas meningkat menjadi 10,4 ton.
Dan pada siklus keempat dengan sejumlah penyempurnaan meningkat menjadi 15,3 ton. Data-data ini tentunya penting untuk menetapkan sebuah rekomendasi baku berapa besar produktifitas yang ingin diterapkan agar teknologi ini dapat menjamin keberlanjutan usaha.
Setidaknya terdapat empat faktor yang menjadi kunci sukses di Tambak ketua SCI Sulawesi tersebut, yaitu :
(1) Kesesuaian Konstruksi,
(2) Pengendalian Lingkungan,
(3) Feeding Program dan
(4) Rekayasa Ruang.
Dari sisi konstruksi, tambak super intensif idealnya memiliki luasan antara 900 – 1.600 meter peresgi dan disarankan pematang dan dasar tambak dilapisi semen; Menggunakan central drain untuk pembuangan limbah; Dan kedalaman air pada saat budidaya minimal 250 cm.
Agar udang yang dibudidayakan tetap sehat meskipun hidup dalam kondisi berdesakan, maka lingkungan budidaya harus dikendalikan. Minimal ada tiga indikator lingkungan yang harus prima yaitu, Pertama konsentrasi bahan organik yang berasal dari kotoran udang dan plankton yang mati dapat dikendalikan melalui sistem pembuangan limbah yang dinamakan central drain model matahari.
Sebagai gambaran bahwa bila dalam sehari udang diberi makan sebanyak 400 kg, maka ada potensi bahan organik yang bersal dari kotoran udang dan makan yang larut sebesar 20 persen atau sekitar 80 kg dan harus dikeluarkan, karena bila tidak maka akan terjadi akumulasi yang akhirnya menjadi racun yang bisa menimbulkan penyakit dan menyebabkan kematian.
Selain itu juga dilakukan pemberian prebiotik atau bakteri pengurai bahan organik serta pergantian air antara 10 – 20 persen setiap hari. Kedua ketersediaan oksigen selalu terjaga, dan minimal ketersediaannya di media budidaya di saat titik kritis di subuh hari berada pada angka minimal 2,2 ppm (part per million).
Kecukupan kincir, turbo jet dan blower menjadi salah satu faktor penentu. Ketiga, temperatur media budidaya dapat dijaga pada kisaran 29 – 30 derajat celsius. Untuk mempertahankan kondisi itu, maka blower yang selain berfungsi mensuplay oksigen juga sekaligus mensuplay udara panas pada waktu tertentu yang dirancang secara khusus.
Feeding program berupa pengaturan volume dan frekuensi pemberian makanan juga menjadi kunci untuk efisiensi penggunaan pakan. Pada saat udang sedang berada pada fase ganti kulit massal (moulting) sebagai indikasi bahwa udang tersebut bertumbuh, maka volume makanan yang akan diberikan harus diturunkan sampai 30 persen, setelah itu disesuaikan kembali. Selanjutnya pemberian makanan harus menggunakan mesin pelontar makanan ( automatic feeder), karena frekuensinya dapat diatur atau diprogramkan sesusi kebutuhan sehingga ikut meningkatkan efisiensi penggunaan pakan.
Rekayasa ruang, juga menjadi bagian yang menentukan produktifitas, karena itu dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan, kontruksi yang ada ditambah dengan peralatan yang dimiliki, maka dapat dihitung daya dukung atau carrying capacity sebuah petakan tambak. Berdasarkan hasil perhitungan yang mempertimbangkan hal-hal itu, maka di tambak ketua SCI Sulawesi yang luasnya 1000 meter persegi tersebut memiliki daya dukung atau kemampuan memproduksi sebesar 8.000 kg.
Untuk meningkatkan produktifitasnya menjadi dua kali lipat misalnya, maka strategi yang ditempuh adalah melakukan penjarangan atau panen parsial (partial harvest). Pada kasus produktifitas 15,3 ton per 1000 meter persegi, maka pada umur 59 hari dilakukan penjarangan atau panen parsial pertama sebesar 30 – 35 persen atau sekitar 2,75 ton dengan ukuran 96 ekor per kg, kemudian di usia 74 hari dilakukan panen parsial kedua sebesar 2,70 ton ukuran 78 ekor per kg, selanjutnya di usia 81 hari parsial ketiga sebesar 2,55 ton ukuran 65 ekor per kg. Terakhir dilakukan panen di usia 93 hari volumenya sebesar 7,30 ton dengan ukuran 44 ekor per kg, sehingga total produksi yang diperoleh sejak panen parsial pertama sekitar 15,3 ton.
Nilai Ekonomi
Investasi yang dkeluarkan di luar lahan untuk membangun satu petak tambak super intensif termasuk dukungan peralatan seperti tambak ketua SCI Sulawesi adalah sebesar 320 juta rupiah. Modal kerja setiap siklus untuk pembelian benih, pakan, pembayaran listrik dan beberapa kebutuhan lainnya sebesar 350 juta rupiah.
Selanjutnya nilai rupiah yang diperoleh dari produksi 15,3 ton tersebut sebesar 675 juta rupiah, sehingga marjin yang diperoleh setelah dikurangi modal kerja tanpa penyusutan sebesar 325 juta rupiah.
Pada satu sisi produktifitas dengan menerapkan inovasi ini dapat mencapai 15,3 ton per 1000 meter persegi atau 153 ton per Ha, namun pada sisi lain perlu pengkajian lebih jauh seberapa besar angka produktifitas yang dapat direkomendasikan agar usaha ini dapat berkelanjutan dengan tidak menimbulkan dampak lingkungan. Oleh karena itu Lembaga Penelitian dan Pengembangan di Kementrian Kelautan dan Perikanan diharapkan dapat melakukan pengkajian secara sinergi guna menemukan seberapa besar produktifitas yang direkomendasikan agar dapat berkelanjutan.
Industrialisasi dan Zero Waste
Kementrian Kelautan dan Perikanan dalam mengembangkan komoditas termasuk udang menerapkan pendekatan Industrialisasi dan Zero Waste. Ada dua ciri Industrialisasi yaitu produktifitas dan nilai tambah. Selanjutnya zero waste adalah upaya meningkatkan nilai tambah produk, dengan memanfaatkan sejumlah limbah menjadi produk lain, sehingga secara akumulatif akan terjadi peningkatan daya saing dan meminimalkan dampak lingkungan serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Ditemukannya formula inovasi super intensif ini tentunya dapat menjadi penyemangat bagi pembudidaya untuk meningkatkan produksi udang, dengan harapan keluhan industri hilir yang sering menyuarakan kekurangan bahan baku dapat dijawab. Akan muncul semangat untuk memanfaatkan tambak-tambak yang menganggur, karena kegagalan-kegalan sebelumnya.
Sebagai catatan produksi udang Nasional tahun 2012 sekitar 450.000 ton dan memposisikan Indonesia di posisi keempat dunia setelah China, Thailand dan Vietnam. Pada l tahun 2013 diproyeksikan sebesar 550.000 ton dan tahun 2014 sebesar 700.000 ribu ton. Kita berkeyakinan bahwa target tersebut dapat dicapai bahkan melebihi, selama formula inovasi itu dilakukan secara benar.
Upaya meningkatkan Produktifitas secara massal tidak cukup hanya dengan inovasi, namun peranan lembaga keuangan dengan bunga yang layak sangat diharapkan. Demikian pula dengan peran Industri dalam negeri untuk memproduksi kincir air, pompa, automatic feeder (mesin pemberi makan otomatis) dan sejumlah peralatan lainnya yang selama ini masih di impor.
Perbaikan sistem logistik dan penyediaan listrik yang mudah dan murah juga menjadi faktor yang akan mempengaruhi pencapaian target tersebut. Semoga
(Sumber : DKP Sulteng)
http://budidaya-ikan.com/budidaya-udang-vaname-super-intensif-sci-panen-153-ton-per-ha/
No comments:
Post a Comment