Saturday, January 4, 2014

Sukses Beternak Ulat Hongkong

Bagi pehobi atau penangkar burung kicauan, kehadiran ulat hongkong sebagai pakan alami sangat dibutuhkan meskipun sudah tersedia pelet pakan burung. Hal itu tidak lepas dari nutrisi yang dapat disediakan oleh ulat hongkong sebagai sumber energi untuk tumbuh dan berkembangbiak. Kadar protein ulat hongkong mencapai 48–56% dengan kandungan lemak berkisar 25–40%.

Saat ini kebutuhan ulat hongkong terus menanjak seiring meningkatnya jumlah pehobi burung kicauan. Survei bebeja.com di salah satu pasar burung terbesar di Jakarta Timur, Pasar Burung Pramuka, memperlihatkan volume penjualan ulat hongkong rata-rata mencapai 100–125 kg per hari. Jumlah itu meningkat 2–3% setiap tahun. Harga ulat hongkong saat ini berkisar Rp18.000–Rp21.000 per kg.

Kondisi itu menjadi peluang bagi peternak untuk membudidayakan ulat hongkong. Sayang sebagian besar peternak ulat hongkong masih berkutat pada urusan kandang dan ransum untuk ulat hongkong. Padahal ada hal penting lain yang menentukan besarnya produksi ulat hongkong yang patut diketahui lebih detil yakni mengetahui reproduksi kumbang Tenebrio molitor sebagai induk yang menghasilkan ulat hongkong.

Hal itu sering diabaikan lantaran banyak peternak masih kesulitan membedakan jenis kelamin sang kumbang. Sejatinya kumbang dapat dengan cepat diketahui perbedaannya meskipun menuntut kejelian. Perbedaan yang terlihat adalah di bagian ujung perutnya atau pada beberapa segmen terakhir dari perut. Kumbang betina memiliki sedikit pemisah di antara tiga bagian segmen perut paling ujung dan hampir tidak terlihat. Berbeda dibandingkan kumbang jantan yang memiliki membran intersegmental berwarna terang.

Nah kumbang Tenebrio molitor memiliki tiga tahapan perkawinan. Pada tahap pertama, kumbang jantan akan mengejar betina sampai sang betina kelelahan dan menyerah. Berikutnya kumbang jantan menaiki betina dan membengkokkan perut bagian belakangnya ke bawah untuk melakukan penetrasi. Pada tahap akhir kumbang jantan akan menyemprotkan sperma dalam perkawinan yang berlangsung pada kisaran waktu 50–120 detik itu. Kunci keberhasilan dari keturunan yang dihasilkan bermula dari perbandingan betina dan jantan. Betina yang kawin dengan lebih dari satu jantan memiliki dua keuntungan secara material dan genetik. Keuntungan material terlihat dari meningkatkan produktivitas betina seperti peningkatan jumlah atau ukuran telur. Secara genetik keragaman gen terjaga sehingga produktivitas berikutnya bisa stabil tanpa ada penyimpangan seperti cacat dan sebagainya.

Bila tidak mau repot peternak bisa membeli larva ulat hongkong di pasar burung. Biasanya pedagang menjual larva ulat berukuran 1–2 cm. Untuk menjadi kumbang ulat-ulat itu membutuhkan waktu sekitar satu bulan untuk menjadi kumbang. Yang perlu dicermati berdasarkan survei Burdett pada 1999, tidak disarankan untuk membeli ulat hongkong yang berukuran besar karena biasanya sudah mendapat perlakuan hormon untuk mencegah ulat-ulat itu berkembang menjadi kumbang. Ulat hongkong tersebut hanya akan mengalami pertambahan ukuran saja dan kalau pun berubah menjadi kumbang, akan sulit berbiak karena steril.

Kumbang ulat tepung biasanya ditempatkan pada wadah-wadah plastik atau pada kotak kayu berukuran 80 cm x 60 cm x 10 cm. Bagian atas kotak dibiarkan terbuka tetapi diberi lakban plastik agar larva maupun kumbang tidak keluar. Pakan yang diberikan adalah pakan ayam petelur sebanyak 1–3 cm dari dasar kotak. Pakan itu berfungsi pula sebagai media hidup sang ulat. Sebagai alternatif bisa dipakai campuran onggok, ampas tahu, dan tepung roti. Berikan pula sayuran seperti selada guna memenuhi kebutuhan air sang ulat.
Nah untuk media bertelur, biasanya diberi kapas setebal 1 cm atau potongan kayu yang berlubang. Bahan itu diletakkan di atas lapisan pakan. Di sanalah nantinya kumbang betina akan meletakkan telurnya. Pemindahan induk kumbang dilakukan setiap 10 hari sekali pada tempat yang berbeda sampai kumbang tersebut mati. Berikutnya setelah larva mulai terlihat, larva diayak dan dipisahkan dalam dua wadah untuk dipelihara. Pada saat pemeliharaan larva tersebut tidak lagi memerlukan kapas atau potongan kayu. Larva-larva yang dipelihara itu akan berubah menjadi pupa, selanjutnya kumbang. Setelah dewasa, kumbang-kumbang tersebut akan kawin dan menghasilkan telur.

Sumber :
http://www.bebeja.com/sukses-beternak-ulat-hongkong/

No comments:

Post a Comment