Dari sekian banyak jenis kudapan, jamur adalah salah satu penyumbang protein terbesar. Tak heran, banyak orang kini mulai mengolah jamur sebagai camilan atau pelengkap masakan.
Semakin populernya jamur sebagai kudapan tentu membuat para pebisnis ingin meraup untung dari jualan jamur ini. Agar lebih laku dan rasa lebih lezat, para pebisnis itu melakukan berbagai inovasi dalam mengolah jamur.
Beberapa pewaralaba yang pernah diulas KONTAN pun mengaku terus berinovasi dalam pengolahan jamur. Mereka bilang, inovasi menjadi kunci sukses mereka mengembangkan waralaba.
Nah, untuk mengetahui perkembangan bisnis waralaba makanan berbahan jamur, berikut adalah ulasannya.
• Jamur Crispy
Anto Sastrowidjojo, pemilik CV Haweka Media Utama di Bandung, mulai membuka usaha camilan jamur dengan merk Jamur Crispy sejak 2006 silam. Lantaran makin banyak permintaan kerjasama, ia pun mulai menawarkan kemitraan Jamur Crispy.
Penjelasan Anto kepada KONTAN pada awal 2010 lalu, dia baru memiliki dua cabang milik sendiri dan 200 mitra di berbagai kota di Indonesia.
Anto menawarkan dua paket kemitraan. Yakni, Paket Gerobak senilai Rp 8,8 juta dan Paket Kios seharga Rp 15,5 juta. Dalam setiap paketnya, mitra akan mendapatkan booth dan berbagai peralatan masak, pelatihan karyawan serta konsultasi usaha.
Perbedaan antara kedua paket kemitraan tersebut terletak pada kelengkapan peralatan masak. Pada Paket Kios, mitra akan mendapat meja dan kursi untuk konsumen karena konsepnya bisa makan di tempat dengan tambahan menu nasi.
Anto tak mengutip biaya royalti, hanya saja mitra harus membeli bahan baku dari dia. Untuk mitra di Bandung, Anto akan memasok jamur, bumbu, tepung, dan kemasan. Sementara, mitra di luar Bandung bisa membeli jamur di daerahnya masing-masing.
Kini Anto menambah dua paket lagi, yakni Paket Hemat dan Paket Resto. Paket Hemat ini dengan nilai investasi Rp 5,7 juta. Perbedaan dengan paket lainnya, Paket Hemat menggunakan gerobak yang lebih kecil yang terbuat dari aluminium dan triplek.
Dengan paket murah ini, Anto pun berhasil menarik 100 mitra baru. "Dulu, mereka ingin bergabung, tapi modalnya tidak cukup," ujarnya.
Adapun untuk Paket Resto, Anto meminta mitra menyediakan investasi sebesar Rp 39 juta. "Paket terbaru ini akan kami tawarkan di pameran pada November nanti," tegasnya. Ia sendiri telah membuka dua restoran jamur ini di Bandung dengan nama King of Mushroom.
Menurut Anto, resep untuk mengembangkan kemitraan adalah inovasi terus-menerus pada produk. Tahun ini, ia sudah menyiapkan 100 menu baru. Ia juga berharap, mitra mengikuti aturan dan prosedur yang ditetapkan pusat supaya bisa bertahan. "Saya berani garansi, asal ikut prosedur pasti akan bertahan," tegasnya.
Meski begitu, Anto tetap mengingatkan mitra untuk memilih lokasi yang tepat. Menurutnya, lokasi penjualan Jamur Crispy yang tepat adalah di tempat ramai, seperti mal, pelataran mini market, sekolah, dan kampus.
Untuk menentukan lokasi terbaik, Anto memberi nilai atas lokasi yang diajukan si mitra dengan skala lima (lokasi terburuk) hingga sembilan (lokasi strategis). Terbukti para mitra yang bisa memperoleh omzet sekitar Rp 300.000-Rp 400.000 per hari adalah mitra yang membuka lokasi di daerah yang strategis.
• Jamur Kriuk
Produk jamur Kriuk diluncurkan Fatoni melalui CV Manggala Karya Abadi, pada 2009 lalu. Variasi menunya antara lain barbeque, balado, dan keju.
Toni menggunakan jamur tiram putih yang digoreng dalam balutan tepung terigu. Sehingga, menghasilkan jamur yang crispy alias kering dan rasanya pun seperti ayam goreng.
Dibandingkan dengan saat diliput KONTAN pada akhir 2010, pertumbuhan mitra Jamur Kriuk cukup pesat. Kalau pada saat itu hanya punya 120 mitra, kini berkembang menjadi 200 mitra. Makin banyaknya mitra yang bergabung karena Toni rajin membuat perubahan dan perbaikan.
Sebelumnya, Toni hanya menyediakan dua tipe investasi, khusus Jawa Tengah sebesar Rp 5,75 juta, sedangkan di luar Jawa Tengah senilai Rp 6,475 juta. Saat ini, khusus paket luar Jawa Tengah dikenakan biaya Rp 7 juta. "Ini menyesuaikan dengan kenaikan beberapa harga peralatan," tegasnya.
Selain itu, ada inovasi produk pasta jakri atau pasta plus jamur kriuk untuk meningkatkan nilai jamur di mata publik. "Kalau dulu kan jamur masih dianggap sebelah mata," tambahnya. Produk ini resmi ditawarkan mulai 16 Juli 2011.
• Jamur Crunchy
Jamur Crunchy didirikan oleh Satrio Hartono pada 2008 di Surabaya. Produk Jamur Crunchy berupa jamur tiram yang digoreng garing dan terasa renyah.
Pada awal 2010, Satrio hanya memiliki lima booth penjualan dan 30 mitra yang tersebar di Sidoarjo, Malang, Surabaya, dan Jakarta.
Dengan investasi Rp 7 juta, mitra akan mendapat perlengkapan penjualan termasuk booth, peralatan memasak, branding, dan bahan baku sebanyak 150 pak.
Satrio mengaku tidak mengutip biaya kemitraan, royalti, maupun biaya promosi. Jadi, selain dana investasi, mitra hanya perlu menyediakan tempat strategis untuk berjualan, yakni ramai dengan akses yang mudah.
Mitra juga tak harus membeli jamur dan tepung darinya. Namun, Satrio siap memasok jamur mentah jika mitra mengalami kesulitan pasokan dengan harga relatif lebih murah dari harga pasar.
Satrio hanya mengharuskan mitra membeli bumbu darinya dengan harga Rp 14.000 per bungkus. Ini untuk menyamakan dan menjaga kualitas rasa jamur Crunchy.
Sayangnya, sejak 2010 itu, mitra Jamur Crunchy hanya bertambah 10 atau menjadi 40 mitra. Menurut Satrio, lambatnya pertumbuhan itu lantaran kurangnya inovasi produk. "Karena itu kami sedang mempersiapkan inovasi baru," ujarnya.
Sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/08/03/11533238/Ternyata.Bisnis.Jamur.Semakin.Menjamur
No comments:
Post a Comment