Logam berat timbal (Pb) ibarat malaikat pencabut nyawa yang mengintai di jalanan. Data World Health Organization (WHO) menyebut, pencemaran unsur berbahaya itu mewabah di hampir seluruh belahan dunia. Di Bangkok, tingginya kadar timbal di udara menyebabkan 400 kematian dan 200.000 - 500.000 kasus hipertensi setiap tahun. Efek lain, IQ anak-anak berusia 7 tahun lebih rendah 4 poin daripada angka normal.
Pencemaran udara di kota-kota besar di tanahair juga sangat mengkhawatirkan. Polusi udara di Jakarta menduduki peringkat ke-3 terburuk setelah Meksiko dan Bangkok. Berdasarkan data Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) pencemaran udara di Jakarta melebihi ambang batas yaitu 60. Normal di bawah 50.
Di kota besar lain seperti Surabaya sama saja. Para pekerja di jalanan seperti anak jalanan dan polisi lalu lintas menjadi korban. Hasil pemeriksaan Balai Laboratorium Kesehatan Surabaya (BLKS) terhadap 85 orang yang mengais rezeki di tepi-tepi jalan menunjukkan dalam darahnya mengandung Pb.
Penyebab penyakit
Pencemaran udara di Yogyakarta juga mulai mendekati ambang batas. Oleh sebab itu, Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X terus mewanti-wanti agar warga peduli dampak buruk akibat polusi. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi DIY, proporsi jumlah pasien akibat polusi udara cukup tinggi. Jumlah pasien infeksi akut pernafasan atas mencapai 22%, penyakit saluran pernafasan atas lain 7,7%, dan asma 2,2%. Apalagi Yogyakarta sebagai kota pendidikan. Cemaran timbal dikhawatirkan menurunkan tingkat kecerdasan para pelajar.
Kendaraan bermotor penyebab polusi udara tertinggi di kawasan perkotaan. Dalam kurun 2001-2007, jumlah kendaraan bermotor di Yogyakarta menunjukkan kenaikan signifikan. Sayangnya kenaikan itu tidak diimbangi upaya penanggulangan polusi yang memadai.
Menghadirkan tanaman di kawasan perkotaan salah satu pilihan untuk meredakan polusi. Namun, langkah itu kerap diabaikan dalam pembangunan kota. Bahkan pepohonan di tepi jalan seringkali ditebang. Lahannya digunakan untuk membangun gedung-gedung perkantoran atau perniagaan.
Padahal, beberapa jenis tanaman terbukti mampu menyerap polutan berbahaya seperti timbal. Berdasarkan hasil penelitian yang saya lakukan pada 2007, kehadiran beberapa jenis tanaman pada daerah-daerah padat lalulintas ternyata ampuh menyerap polutan berbahaya itu. Salah satunya puring yang tumbuh di tepi-tepi jalan di kawasan kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) di Jalan Kaliurang.
Jalan Kaliurang tergolong daerah padat lalulintas. Jumlah kendaraan yang melewati jalan itu pada jam-jam sibuk (pukul 07.00-17.00 WIB) mencapai 785-872 kendaraan. Pantas bila kadar timbal di kawasan itu cukup tinggi yaitu 46,75 mikrogram/m3, mendekati ambang batas 60 mikrogram/m3.
Puring paling top
Kehadiran puring di sepanjang Jalan Kaliurang ternyata berperan mengurangi kadar timbal di udara. Setelah 10 jam terpapar gas buang kendaraan bermotor, kandungan timbal pada daun puring di kawasan itu diukur dengan atomic absorption spectroscopy. Kandungan timbal pada daun menunjukkan daya serap tanaman terhadap polutan beracun itu. Sehelai daun puring mampu menyerap 2,05 mg/l timbal.
Puring ternyata paling top menyerap timbal dibandingkan tanaman lain yang diteliti. Beringin Ficus benjamina misalnya, hanya mampu menyerap 1,025 mg/l. Padahal, tanaman itu tumbuh di kawasan Malioboro yang lebih padat lalulintasnya. Jumlah kendaraan yang melintas pada jam sibuk di jalan itu mencapai 1.220 buah. Kadar timbal di udara di sana melebihi ambang batas yaitu 68,24 mikrogram/m3. Begitu juga dengan tanjung Mimusops elengi yang banyak tumbuh di Kotabaru. Lalulintas pada jam sibuk di jalan utama sangat padat hingga 1.382 kendaraan. Pencemaran timbal di kawasan itu pun mendekati ambang batas, 46,97 mikrogram/m3. Sayangnya daya serap tanjung sangat rendah, hanya 0,505 mg/l.
Lansekap jalan
Kurangnya populasi tanaman penyerap polutan menyebabkan tingkat pencemaran udara di satu kawasan terus meningkat. Apalagi laju pertambahan kendaraan bermotor jauh lebih cepat dibandingkan pertambahan populasi tanaman di perkotaan. Dalam kurun 2005-2007, jumlah sepeda motor di Yogyakarta meningkat sebanyak 113.000 unit. Mobil penumpang meningkat 4.249 unit. Oleh sebab itu, penanaman tanaman penyerap polutan semestinya menjadi pertimbangan khusus dalam kebijakan pembangunan kota.
Puring memiliki berbagai kelebihan bila dijadikan salah satu komponen lansekap jalan. Penampilan daunnya indah dan penuh warna. Oleh sebab itu, puring berperan ganda: penghias kota sekaligus penyerap polutan berbahaya. Puring dapat dikombinasikan dengan pepohonan penyerap timbal lain seperti angsana, cemara, atau mahoni. Puring diletakkan di deretan tengah. Ketinggian tanaman dipertahankan maksimal 1,5 m. Untuk deretan depan dipilih tanaman semak. Sedangkan posisi pepohonan di deretan paling belakang.
Karena tergolong tanaman perdu, puring dapat pula dijadikan elemen lansekap untuk median jalan yang lebarnya terbatas. Hanya saja dipilih jenis puring yang tidak membentuk tajuk terlalu lebar. Puring juga sangat baik ditanam di tepi tikungan atau persimpangan jalan. Biasanya di area tikungan dibiarkan tanpa tanaman agar tidak menghalangi pandangan pengendara ketika berbelok. Puring dapat ditanam di area terbuka itu dengan syarat dipangkas rutin agar tinggi tanaman tidak lebih dari 80 cm. Dengan begitu, tepi jalan menjadi semarak dan penuh warna. Timbal pengancam jiwa pun sirna.
(Suparwoko, Ir MURP PhD, dosen Jurusan Arsitektur FTSP Universitas Islam Indonesia)
Dari : Trubus-online.co.id
No comments:
Post a Comment